Berita
Tingkatkan Strategi Aksi Iklim, Indonesia Andalkan Teknologi Geospasial di COP29
Plt. Direktur Jenderal PKTL, Herban Heryandana, menekankan pentingnya pemanfaatan informasi geospasial tematik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. "informasi geospasial tidak hanya mendukung ketahanan dan tata kelola sumber daya alam, tetapi juga berperan strategis dalam menjaga kedaulatan negara serta inventarisasi sumber daya alam dan kehutanan" jelasnya pada sesi Talkshow bertajuk "Advancing Geospatial Information for Enhancing Climate Action Strategies to Achieve Net Zero Emission" sukses diselenggarakan di Pavilion Indonesia dalam rangka Konferensi Perubahan Iklim PBB/COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Rabu (14/11/2024).
Talkshow ini menyoroti pentingnya data dan informasi geospasial dalam mendukung pengambilan kebijakan serta meningkatkan efisiensi operasional dalam menjaga dan memantau sumber daya hutan. Dalam pidatonya, Herban Heryandana menjelaskan bahwa data geospasial memiliki potensi besar untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian berbagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Di Indonesia, penerapan teknologi ini diwujudkan melalui Sistem Pemantauan Hutan Nasional (SIMONTANA) dan Sistem Informasi Geospasial (SIGAP) yang mampu mengintegrasikan data geospasial tematik dan mendukung FOLU Net Sink 2030, program utama Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan.
SIGAP dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan telah menerima berbagai penghargaan, termasuk Bhumandala Award sebagai salah satu jaringan informasi geospasial terbaik di tingkat nasional. Sistem ini memungkinkan pengelolaan dan analisis data geospasial secara komprehensif, termasuk data mengenai sumber daya alam, tutupan lahan, keanekaragaman hayati, dan lingkungan di Indonesia.
Herban juga menjelaskan pentingnya Geospatial Information System (SIGAP), yang dikembangkan oleh KLHK sebagai alat utama dalam pengumpulan, pengolahan, dan visualisasi data spasial terkait sumber daya alam Indonesia. SIGAP mencakup 102 Informasi Geospasial Tematik dari 35 produsen data geospasial, yang sebagian besar mendukung kebijakan Satu Peta (One Map Policy). SIGAP juga memungkinkan pelaporan dan pemantauan rinci melalui data aktivitas dan faktor emisi untuk tujuan Net Zero Emission, serta mendukung prinsip Monitoring, Reporting, and Verification (MRV) dalam pelaksanaan FOLU Net Sink 2030.
"Melalui pengintegrasian data dan teknologi geospasial ini, Indonesia tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga memperkuat komitmen terhadap perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan" tegasnya. Keberhasilan SIGAP dalam berbagai kompetisi nasional, termasuk sebagai Pemenang Pertama One Map Policy for Better Governance pada tahun 2024, merupakan bukti nyata pentingnya pengembangan teknologi geospasial dalam mencapai target iklim Indonesia.
selain itu, Kepala Badan Informasi Geospasial, Prof. Dr.rer.nat. Muh Aris Marfai dalam pidatonya menyoroti peran strategis BIG dalam menghasilkan informasi geospasial yang akurat, andal, dan mudah diakses. Muh Aris menjelaskan bahwa salah satu mandat BIG adalah mendukung One Map Policy yang bertujuan menyatukan peta-peta dari berbagai sektor untuk mencegah tumpang tindih dalam tata guna lahan, seperti yang sering terjadi di sektor LULUCF (Land Use, Land Use Change and Forestry).
Aris juga memaparkan strategi akselerasi pemetaan topografi berbasis besar di Indonesia dengan pendekatan klasifikasi wilayah urban, pedesaan, dan hutan. Strategi ini dirancang untuk mendukung pengembangan perencanaan berbasis spasial yang lebih baik, khususnya dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Beliau menggarisbawahi bahwa data geospasial dapat digunakan untuk menganalisis kerentanan wilayah terhadap bencana alam, seperti banjir, melalui peta sistem lahan yang lebih presisi. Hal ini relevan untuk meningkatkan ketahanan iklim dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Acara ini juga diisi oleh berbagai narasumber yang memberikan perspektif mendalam, di antaranya:
Erik Teguh Primiantoro, Direktur IPSDH, Ditjen PKTL, yang membahas pemanfaatan SIGAP dan SIMONTANA untuk mendukung FOLU Net Sink 2030. Dra. Lien Rosalina, Direktur Integrasi dan Sinkronisasi Informasi Geospasial Tematik, BIG, yang menekankan pentingnya informasi geospasial tematik dalam memperkuat strategi aksi iklim. Amy Duchelle, Team Leader of the Forest and Climate Change Team di FAO, yang menyoroti peran informasi geospasial dalam kebijakan kehutanan global untuk aksi iklim. Gabriel Labbate, Head of UNEP Climate Mitigation Unit dan Global Team Leader UN-REDD Programme, yang membahas pemanfaatan kecerdasan buatan dan remote sensing untuk meningkatkan efisiensi pemantauan hutan. Adipandang Yudono, Sekretaris Pusat Pengembangan Infrastruktur Informasi Geospasial Universitas Brawijaya, bertindak sebagai moderator yang memandu diskusi secara dinamis.
Talkshow ini diharapkan mampu membuka wawasan peserta COP29 tentang pentingnya informasi geospasial dalam mencapai aksi iklim yang berkelanjutan dan mendorong pencapaian Net Zero Emission, khususnya melalui sinergi data dan teknologi dalam menghadapi krisis iklim global.
Berita Terpopuler
Dibaca: 1570 kali
Dibaca: 948 kali
Dibaca: 666 kali
Dibaca: 591 kali
Dibaca: 556 kali
Dibaca: 502 kali
Dibaca: 408 kali
Dibaca: 385 kali
Dibaca: 348 kali
Dibaca: 333 kali
Pengunjung
Total
24780
Tahun ini
472
Bulan
31
Hari ini
1