Berita

Tanggal Terbit: 05-09-2019

Presiden RI Serahkan TORA dari Kawasan Hutan Untuk Kalimantan



Pontianak, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis, 5 September 2019. "Adil kata linu, baju ramin kasuraga, basengat kajubata." Sebuah semboyan suku Dayak, yang dikumandangkan pagi ini di tempat Presiden Republik Indonesia membagikan SK Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan SK Hak Alas atas Hutan Adat hari ini, di Hutan Kota Digulis, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin, 5 September 2019. Semboyan ini berarti adil bagi sesama manusia tanpa memandang suku dan ras, yang kedua berarti selalu bercermin atas apa yang dilakukan, karena tujuan hidupnya adalah ke surga, selanjutnya manusia tidak akan bisa bernafas kalau tidak ada Tuhannya. Atas dasar semboyan ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mempercayakan pembagian SK TORA pertama di tanah Borneo.

Pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu program peningkatan kesejahteraan rakyat marjinal yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015 - 2019 adalah melakukan distribusi hak atas tanah petani. Sasaran dari program ini antara lain adalah dengan penyediaan sumber Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) serta melakukan redistribusi tanah dan legalisasi aset.

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam sambutannya mengatakan, "Pertama mengenai sertifikat tanah, harusnya di seluruh Indonesia ini, harusnya ada 126 juta sertifikat tanah yang dipegang oleh masyarakat. Namun hingga tahun 2015 baru 46 juta sertifikat yang diterima, jadi sertifikat yang belum dipegang masyarakat ada 80 juta sertifikat. Dahulu, dalam setahun produksi sertifikat kita hanya 500.000. Berarti kalau kebutuhannya 80 juta sertifikat, masyarakat harus menunggu 160 tahun."

Beliau menyampaikan hal inilah yang ingin diselesaikan oleh pemerintah, sehingga Presiden memberikan target sepanjang tahun 2018 pemerintah harus menyelesaikan 8 juta sertifikat, tahun 2019 Presiden memberikan target 9 juta sertifikat untuk sepanjang tahun. Menurut Presiden, di 2025 semua sertifikat dari tanah-tanah yang seharusnya berjumlah 80 juta itu, semua sudah bersertifikat, sehingga tidak lagi terjadi sengketa lahan dan sengketa tanah. Hal kedua yang disampaikan Presiden, pembagian SK ini adalah proses untuk mendistribusi lahan, dan memberikan kepastian hukum.

"Artinya yang pegang lahan ini, nggak lagi yang gede-gede. Saya selalu sampaikan, saya nggak pernah memberikan ke yang gede-gede, tapi ke rakyat yang kecil saya berikan." Ujar Presiden Joko Widodo.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pada kesempatan yang sama menyampaikan laporannya mengatakan, selama ini program sertifikasi tanah sudah berjalan dengan baik. Program sertifikasi ini juga diperuntukkan bagi tanah-tanah masyarakat yang dahulu mengikuti program transmigrasi yang belum selesai disertifikatkan di masa lalu. Dalam rangka mewujudkan kebijakan Pemerintah tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:SK.8716/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/12/2018, tanggal 20 Desember 2018 tentang Peta Indikatif Alokasi Kawasan Hutan untuk Penyediaan Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) Revisi III seluas 4.994.334 Hektar.

Melalui Peraturan Presiden No. 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria dan Peraturan Presiden No. 88 tahun 2017 tentang PPTKA, pemerintah menata ketimpangan struktur penguasaan tanah sehingga lebih berkadilan. Saat ini menurut Darmin, guna meningkatkan tata kelola perkebunan sawit, pemerintah juga telah melakukan moratorium untuk perusahaan besar seperti Instruksi Presiden No. 8 tahun 2018.

Sampai saat ini telah diselesaikan penyediaan TORA dari kawasan hutan seluas 2.657.007 Ha atau 63% dari target yang pernah ditetapkan yang terdiri dari beberapa kategori/kriteria, antara lain: Alokasi TORA dari 20% Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan seluas (+-) 429.358 ha; Hutan Produksi yang dapat DiKonversi (HPK) berhutan tidak produktif seluas (+-) 938.878 ha; Program pemerintah untuk pencadangan pencetakan sawah baru seluas (+-) 39.229 Ha; serta permukiman transmigrasi, pemukiman fasum-fasos, lahan garapan sawah dan tambak, Pertanian lahan kering yang menjadi sumber mata pencaharian setempat seluas (+-) 1.249.542 Ha yang tersebar pada 26 Provinsi.

Hari ini untuk pertama kalinya diserahkan Redistribusi Tanah dari pemerintah kepada Masyarakat, yang berasal dari Kawasan hutan. Atau biasa disebut TORA atau Tanah Obyek Reforma Agraria, yaitu tanah yang berasal dari hutan untuk masyarakat (SK Biru) seluas (+-)17.854,75 ha. Luasan tersebut tersebar pada 10 kabupaten dengan rincian di Provinsi:

a. Kalimantan Barat Kabupaten Sekadau seluas (+-) 410,61Ha;
b. Kalimantan Timur di Kabupaten Kutai Kartanegara seluas (+-) 469,47 Ha;
c. Kalimantan Selatan di Kabupaten Balangan, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara seluas (+-) 2.034,16 Ha;
d. Kalimantan Tengah di Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Barito Selatan seluas (+-) 14.940,51 Ha.

"SK yang telah diserahkan oleh Bapak Presiden RI agar dikembangkan dalam bentuk kelompok masyarakat dengan kluster-kluster komoditas sehingga mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat dan pengembangan wilayah desa", imbuh Darmin.

Penyerahan ini akan dilanjutkan untuk pencapaian target TORA dari Kawasan Hutan wilayah Kalimantan, yang meliputi 17 Kabupaten seluas 133.062,53 ha dengan rincian pembagian distribusi tanah seluas (+-) 86.252,94 ha. Seluas 46.809,53 ha di selesaikan dengan Perhutanan Sosial yang bukan berupa sertifikat tetapi akses dan boleh menggunakan lahan Kawasan hutan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang.

Pemberian SK tanah dari Kawasan hutan untuk masyarakat diprogramkan saat ini sejak tahun 2016 untuk menjawab permasalahan keadilan ekonomi bagi rakyat, yaitu dengan cara memiliki aset dan kepastian hukum, selain untuk mengatasi konflik lahan terutama masyarakat dengan petugas karena dianggap kawasan hutan.

Selain itu juga tadi diserahkan SK Hutan Adat kepada pimpinan Masyarakat Hukum Adat. Ini juga merupakan hal penting, karena dengan demikian pengakuan resmi dan keamanan serta kepastian masyarakat berada dan bekerja di dalam hutan dan bekerja dengan baik menjalani kehidupan sehari- hari. SK tersebut meliputi:

1. HA Rage di Kab. Bengkayang seluas 126 hektar
2. HA Gunung Temua di Kab. Bengkayang seluas 151 hektar
3. HA Gunung Jalo di Kab. Bengkayang seluas 258 hektar
4. HA Bukit Samabue di Kab. Landak seluas 900 hektar
5. HA Binua Laman Garoh di Kab. Landak seluas 210 hektar

Hasil tata batas yang baru ini, telah dituangkan dalam SK Menteri LHK, SK inilah yang kemudian akan diserahkan ke ATR/BPN untuk dibuatkan sertifikatnya. Darmin mengatakan targetnya tiga bulan kedepan, sertifikat-sertifikat dari ATR harus selesai.

Menteri LHK juga menyampaikan untuk program Perhutanan Sosial seluruh Indonesia, lokasi atau luas lahan yang telah dipetakan secara partisipatif antara masyarakat, LSM seperti AMAN, BRWA dan lain-lain, ada sekitar sepuluh setengah juta Ha, dan setelah verifikasi maka untuk seluruh Kalimantan terdapat 4,64 juta hutan adat. Hutan adat ini diperkirakan ada di 833 lokasi, dan yang telah diselesaikan ada di 50 lokasi.

Pada kesempatan ini, Menteri Siti juga menyampaikan bahwa SK Biru yang merupakan hak kepemilikan berbeda dengan SK Hijau untuk Hutan Adat yang merupakan hak komunal. Menurut Siti Nurbaya, keduanya harus dimanfaatkan dengan baik melalui kelompok masyarakat maupun kelompok adatnya, pemerintah memberi jaminan kepastian hukum dan akses modal. Pemerintah juga melakukan pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat.


sumber:  https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/2090

Pengunjung

Total

24803

Tahun ini

495

Bulan

7

Hari ini

1